Banyak orang mengatakan, Anda tak sah disebut pernah mengunjungi Pulau Belitung jika belum mencicipi secangkir kopi di sana. Minum kopi adalah bagian dari kebudayaan masyarakat Belitung. Tak heran jika warung kopi banyak bertebaran di pulau itu.
Belitung, pulau kecil penghasil timah di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, secara administratif dibagi menjadi dua, yaitu Belitung dengan ibu kota Tanjung Pandan dan Belitung Timur dengan ibu kota Manggar.
Begitu lekatnya budaya minum kopi sampai-sampai Kota Manggar menjadikan warung kopi sebagai ikon baru industri pariwisata. Hari ini, Rabu (19/8), kota itu menggelar acara massal minum kopi susu sekaligus mencanangkan Manggar sebagai “Kota 1001 Warung Kopi”
Di kota Manggar, puluhan warung kopi bisa dijumpai berjajar di sepanjang ruas jalan di kawasan pusat kota atau Pasar Manggar. Meja dan bangku tempat warga berkumpul minum kopi berjejer memenuhi pinggir jalan. Tinggal memilih warung kopi mana yang Anda suka.
Kedai Kopi Ake
Begitu pula di Tanjung Pandan, warung kopi atau kedai kopi amat mudah dijumpai. Konon kata orang, Kedai Kopi Ake di Pasar Tanjung Pandan amatlah kesohor. Ke sanalah saya mencicipi secangkir kopi saat mengunjungi Tanjung Pandang beberapa waktu lalu.
Jangan bayangkan kedai kopi ini berupa bangunan berdesain keren ala kafe-kafe di Jakarta. Kedai kopi ini terletak di tengah bangunan ruko berdinding kusam yang sebagian catnya mengelupas. Di tengah ruko itu ada sepetak pelataran. Di situlah kedai kopi ini berdiri selama puluhan tahun.
Ada banyak gelas di depan warung itu. Bangunannya jauh dari bagus. Beberapa bagian dinding warung itu gompal. Sementara atapnya dari seng yang sebagian sudah berkarat berwarna coklat tua kehitaman. Di depan warung itu ada meja-meja kecil. Sebagian meja kayu sebagian lagi meja bundar dari semen. Jika ingin duduk di dalam juga ada meja panjang yang menempel di dinding.
Bukan sekadar minum kopi
Di Belitung, seperti halnya kebudayaan pesisir di Sumatera, orang minum kopi bukan sekadar menikmati kopinya. Jauh lebih penting dari rasa secangkir kopi adalah interaksi sosial dalam momen minum kopi itu. Maka minum kopi di kedai kopi akan kehilangan makna kalau kita menikmatinya sendirian. Berbeda dengan kedai kopi ala Starbucks di Jakarta di mana orang datang sendiri lalu membuka laptop.
Dalam tradisi Melayu pesisir, minum kopi adalah momen berbagi cerita dan informasi. Juga momen untuk diskusi. Tak heran kalau menghabiskan secangkir kopi bisa mamakan waktu berjam-jam.
“Kalau Anda mau tahu ada apa di Belitung hari ini, tidak perlu membeli koran. Datang saja ke kedai kopi. Semua informasi akan Anda dapatkan di sana,”jelas Kusumah, pemandu perjalanan kami dari agen perjalanan setempat.
Kawasan warung kopi Ake dikenal dengan sebutan Kafe Senang. Entah dari mana asal-usul itu. Dari dulu sudah disebut demikian. Warung kopi Ake sendiri sudah ada di tempat itu selama empat generasi. Warung itu kini dijaga oleh Akiong (53), anak Ake (75), yang sekarang tinggal di Jakarta. Warung kopi pertama kali didirikan oleh kakek Ake. Akiong tidak tahu tahun berapa persisnya warung kopi ini berdiri.
Di Belitung secangkir kopi disajikan dengan cara yang khas. Bubuk kopi tidak dituang satu-satu ke masing-masing gelas melainkan diaduk dalam sebuah gelas besar. Dari gelas besar itu kopi dituangkan ke dalam gelas dengan saringan berbentuk seperti kaus kaki. Dengan cara ini ampas kopi tidak ikut dalam gelas yang disajikan kepada pelanggan.
Saya pernah minum kopi di beberapa kedai kopi di Jambi, Lhokseumawe, dan Medan. Dengan kadar kekentalan yang berbeda cita rasa kopinya sama. Di warung Ake, kopi yang disajikan tidak terlalu pekat, meski warnanya hitam. Selain panas, kopi di sana juga lazim disajikan dingin dengan es atau dicampur susu kental manis.