Peristiwa menggemparkan terjadi di depan apartemen tua di Dakota, New York, pada 8 Desember 1980 malam. John Lennon, bintang rock paling terkenal, terbaring setengah sadar dengan empat lubang peluru menembus punggungnya.
Beberapa menit sebelum peristiwa nahas itu terjadi, John dan istrinya, Yoko Ono, sedang berjalan pulang kembali ke apartemennya. Ketika sampai di depan apartemen, tiba-tiba terdengar suara memanggil. Sejurus kemudian, terdengar suara pistol menyalak beberapa kali. Artis selebritis dunia ini pun langsung roboh bersimbah darah.
Dengan tenang, Mark David Chapman, kemudian duduk di anak tangga. Pembunuh John ini tidak mencoba melarikan diri. Ketika polisi datang dan menangkapnya, dia sedang membaca The Carthcer in the Rye, sebuah novel karangan JD Salinger.
Teori Konspirasi
Teori-teori konspirasi lantas bermunculan, beberapa di antaranya bahkan ada yang kejam menuduh Yoko Ono sebagai otak dari tragedi ini. Paul McCartney adalah salah seorang yang percaya dengan penalaran ini, mengingat Yoko Ono pernah melakukan rekayasa penangkapan terhadap John di Jepang, dalam kasus ganja.
Tesis dari Bresler, menyatakan bahwa Chapman adalah seorang pembunuh yang dikendalikan. Pikirannya dimanipulasi oleh beberapa elemen sayap kanan yang mungkin terhubung dengan yang baru terpilih saat itu (baca: Ronald Reagan). Tesis itu didasarkan pada kenyataan bahwa FBI dan CIA telah menguntit John Lennon sejak dari konser Free John Sinclair pada 1969 hingga 1976 karena keterlibatannya dalam aktivitas politik dan masalah imigrasi.
Sebenarnya, saat itu John telah memenangkan sengketa keimigrasiannya dan berhenti dari aktivitas politik. Dia bahkan menarik diri dari kehidupan publik. Namun, apartemennya tetap diawasi. Ke mana pun pergi, dia selalu diikuti, bahkan teleponnya tetap disadap.
Inti dari temuan Bresler adalah pemerintah mengelompokkan John Lennon kepada orang-orang yang berbahaya. Dia dipandang sebagai seorang radikal harus segera dihentikan.
Dalam cara pandang resmi semacam itu, timbulnya paranoid mungkin bisa dipahami. Sebab, hal itu bisa mempermalukan dan meruntuhkan wibawa pemerintah. Terlebih, kharisma John disinyalir bisa mempengaruhi remaja yang sangat mengelu-elukkannya.
Pemerintah Diduga Terlibat
Dalam membangun kasusnya, Bresler tetap optimis dengan menyusun beberapa titik kunci untuk mencari jawab atas pertanyaan, "Siapa yang ingin membunuh bintang rock tua?"
Pemerintahan Richard Nixon dan politisi ultrakonservatif sayap kanan, seperti Senator Storm Thurmond, entah dengan alasan apa selalu terpaku pada angapan bahwa John adalah suatu masalah.
Bagi mereka, pernyataan vokal dan aktivitas politik dari penyanyi serta penulis lagu ini sangat berbahaya. Selain itu, aktivitas John juga dipahami sebagai subversif paling buruk. Terlebih karena John sangat terkenal dan dicintai banyak orang.
FBI dan John Lennon
J. Edgar Hoover menunjukkan satu halaman file FBI tentang John Lennon. Judulnya ditulis dengan tulisan tangan dalam huruf kapital yang diberi garis bawah, berbunyi SEMUA EKSTREMIS HARUS DIANGGAP BERBAHAYA.
Pemerintah berusaha habis-habisan untuk menolak keinginan John Lennon untuk menjadi warga negara AS agar dia bisa tetap tinggal di Amerika. Bahkan, Senator Storm Thurmond pernah mengirim memo kepada Jaksa Agung John Mitcell untuk mendeportasi John Lennon.
File FBI tentang John Lennon tebalnya hampir tiga ratus halaman. Menurut Hoover, John berada di bawah pengawasan dan pengintaian secara terus-menerus. Bahkan, terkadang pengawasan ini dilakukan dengan cara yang sangat melecehkan.
Salah satunya, dengan mendadak seseorang yang patut diduga sebagai agen FBI atau CIA, mendatangi apartemen John sekadar untuk mengantarkan sebungkus kacang, atau hal sederhana lainnya. Taktik ini mirip dengan taktik yang digunakan FBI pada kasus Martin Luther King, Jr, beberapa tahun sebelumnya.
Pada akhir 1972, ketika pengawasan dan pengintaian yang dilakukan FBI telah sampai pada puncaknya, secara bercanda John berkata kepada Paul Krassner, "Dengar, jika terjadi sesuatu padaku dan Yoko, pahamilah bahwa itu bukan suatu kecelakaan!”
sumber : kaskus
Beberapa menit sebelum peristiwa nahas itu terjadi, John dan istrinya, Yoko Ono, sedang berjalan pulang kembali ke apartemennya. Ketika sampai di depan apartemen, tiba-tiba terdengar suara memanggil. Sejurus kemudian, terdengar suara pistol menyalak beberapa kali. Artis selebritis dunia ini pun langsung roboh bersimbah darah.
Dengan tenang, Mark David Chapman, kemudian duduk di anak tangga. Pembunuh John ini tidak mencoba melarikan diri. Ketika polisi datang dan menangkapnya, dia sedang membaca The Carthcer in the Rye, sebuah novel karangan JD Salinger.
Teori Konspirasi
Teori-teori konspirasi lantas bermunculan, beberapa di antaranya bahkan ada yang kejam menuduh Yoko Ono sebagai otak dari tragedi ini. Paul McCartney adalah salah seorang yang percaya dengan penalaran ini, mengingat Yoko Ono pernah melakukan rekayasa penangkapan terhadap John di Jepang, dalam kasus ganja.
Tesis dari Bresler, menyatakan bahwa Chapman adalah seorang pembunuh yang dikendalikan. Pikirannya dimanipulasi oleh beberapa elemen sayap kanan yang mungkin terhubung dengan yang baru terpilih saat itu (baca: Ronald Reagan). Tesis itu didasarkan pada kenyataan bahwa FBI dan CIA telah menguntit John Lennon sejak dari konser Free John Sinclair pada 1969 hingga 1976 karena keterlibatannya dalam aktivitas politik dan masalah imigrasi.
Sebenarnya, saat itu John telah memenangkan sengketa keimigrasiannya dan berhenti dari aktivitas politik. Dia bahkan menarik diri dari kehidupan publik. Namun, apartemennya tetap diawasi. Ke mana pun pergi, dia selalu diikuti, bahkan teleponnya tetap disadap.
Inti dari temuan Bresler adalah pemerintah mengelompokkan John Lennon kepada orang-orang yang berbahaya. Dia dipandang sebagai seorang radikal harus segera dihentikan.
Dalam cara pandang resmi semacam itu, timbulnya paranoid mungkin bisa dipahami. Sebab, hal itu bisa mempermalukan dan meruntuhkan wibawa pemerintah. Terlebih, kharisma John disinyalir bisa mempengaruhi remaja yang sangat mengelu-elukkannya.
Pemerintah Diduga Terlibat
Dalam membangun kasusnya, Bresler tetap optimis dengan menyusun beberapa titik kunci untuk mencari jawab atas pertanyaan, "Siapa yang ingin membunuh bintang rock tua?"
Pemerintahan Richard Nixon dan politisi ultrakonservatif sayap kanan, seperti Senator Storm Thurmond, entah dengan alasan apa selalu terpaku pada angapan bahwa John adalah suatu masalah.
Bagi mereka, pernyataan vokal dan aktivitas politik dari penyanyi serta penulis lagu ini sangat berbahaya. Selain itu, aktivitas John juga dipahami sebagai subversif paling buruk. Terlebih karena John sangat terkenal dan dicintai banyak orang.
FBI dan John Lennon
J. Edgar Hoover menunjukkan satu halaman file FBI tentang John Lennon. Judulnya ditulis dengan tulisan tangan dalam huruf kapital yang diberi garis bawah, berbunyi SEMUA EKSTREMIS HARUS DIANGGAP BERBAHAYA.
Pemerintah berusaha habis-habisan untuk menolak keinginan John Lennon untuk menjadi warga negara AS agar dia bisa tetap tinggal di Amerika. Bahkan, Senator Storm Thurmond pernah mengirim memo kepada Jaksa Agung John Mitcell untuk mendeportasi John Lennon.
File FBI tentang John Lennon tebalnya hampir tiga ratus halaman. Menurut Hoover, John berada di bawah pengawasan dan pengintaian secara terus-menerus. Bahkan, terkadang pengawasan ini dilakukan dengan cara yang sangat melecehkan.
Salah satunya, dengan mendadak seseorang yang patut diduga sebagai agen FBI atau CIA, mendatangi apartemen John sekadar untuk mengantarkan sebungkus kacang, atau hal sederhana lainnya. Taktik ini mirip dengan taktik yang digunakan FBI pada kasus Martin Luther King, Jr, beberapa tahun sebelumnya.
Pada akhir 1972, ketika pengawasan dan pengintaian yang dilakukan FBI telah sampai pada puncaknya, secara bercanda John berkata kepada Paul Krassner, "Dengar, jika terjadi sesuatu padaku dan Yoko, pahamilah bahwa itu bukan suatu kecelakaan!”
sumber : kaskus