Sebagai catatan, ungkapan tersebut merupakan aksioma pertama dari lima aksioma dasar komunikasi oleh Paul Watzlawick, Janet Beavin, dan Don Jackson (tokoh-tokoh komunikasi dunia). Tapi sadarkah kita bahwa ungkapan ini memiliki makna yang benar-benar mendalam bahwa siapa pun kita, kita tidak mungkin tidak berkomunikasi. Bahkan ketika kita diam pun, kita berkomunikasi dengan diri kita sendiri.
Ya, saking pentingnya komunikasi, terkadang kita harus memilih kata-kata atau kalimat yang pas agar orang lain mengerti pesan yang hendak kita sampaikan. Biasanya, salah satu syarat komunikasi yang efektif itu ditandai adalah saluran/media/alat komunikasi. Nah, bicara tentang alat komunikasi, di kawasan Taman Mini Indonesia Indah (TMII), dibangun sebuah gedung yang sengaja didirikan untuk menelisik lebih jauh tentang perkembangan teknologi telekomunikasi di Tanah Air.
Tak seperti kebanyakan gedung museum di Jakarta pada umumnya yang menganut bangunan gedung lawas, Museum Telekomunikasi justru memiliki struktur bangunan yang lebih modern. Berbentuk kubah dengan warna biru, museum yang satu ini mudah dikenali ketika Anda berkunjung ke kawasan TMII.
Sejarah museum yang memiliki ciri khas Monumen Sumpah Palapa Patih Gajah Mada di depannya ini, berawal ketika gedung Kantor Pusat PERUMTEL di Jl. Japati Bandung sedang dibangun pada tahun 1986. Pada waktu itu, muncul ide untuk meletakkan barang-barang dokumentasi telekomunikasi yang dimiliki oleh Indonesia. Ide ini terus berkembang hingga akhirnya gedung Museum Telekomunikasi ini resmi didirikan pada 20 April 1991.
Di museum ini kita bisa melihat koleksi dan berbagai informasi mengenai perkembangan pertelekomunikasian di Indonesia. Dimulai dari masa sebelum masa perang awal kemerdekaan, Orde Baru, dan masa depan telekomunikasi dunia bisa kita pelajari disini. Uniknya, di museum ini kita bisa melihat bagaimana masyarakat tradisional Indonesia memaknai arti komunikasi dari alat-alat komunikasi yang mereka gunakan.
Alat komunikasi tradisional itu antara lain Kentongan yang dulu digunakan untuk memberitahukan warga bahwa ada pencurian, kebakaran, atau turun ke sawah. Ada juga Sangkakala, alat komunikasi yang terbuat dari rumah siput besar ini digunakan oleh masyarakat Indonesia bagian Timur untuk mengumpulkan rakyat guna keperluan tertentu. Ada juga Gong/Bende yang digunakan masyarakat Indonesia untuk berkumpul, berperang, atau menandakan dibukanya suatu acara.
Berkunjung ke museum ini, kita akan menemukan empat lantai yang masing-masing lantainya menyimpan koleksi yang berbeda. Di lantai empat misalnya, di ruangan itu disajikan koleksi alat telekomunikasi pra elektrik, panek komunikasi tradisional, peragaan alat komunikasi isyarat (semaphone), dan sebagainya. Sementara di lantai dua, kita bisa menemukan peralatan komunikasi yang lebih modern seperti simulasi sentral teleprinter TW-39 sampai maket jaringan telekomunikasi dan maket SKGM & Hambur Tropos.
Keistimewaan lain dari Museum Telekomunikasi di kawasan TMII ini adalah ketersediaan teater dengan film dokumenter perkembangan teknologi komunikasi, ruang elshop, dan ruang info serta demo produk barang/jasa telekomunikasi. Oleh sebab itu, museum ini kerap kali dimanfaatkan sebagai sarana belajar, karena fasilitasnya cukup menunjang.
Perkembangan teknologi telekomunikasi memang membuat dunia ini menjadi tidak terbatas, baik ruang dan waktu. Jika Anda ingin ikut menjadi saksi bagaimana perkembangan teknologi telekomunikasi di Tanah Air, Museum Telekomunikasi rasanya menjadi tempat alternatif yang pas untuk dikunjungi.