Seperti semua tragedi lain yang tetap menyisakan air mata. Tanggal itu akan dikenang sebagai hari yang kelam dalam perjalanan bangsa Indonesia. Tragedi Tanjung Priok yang telah menimbulkan pertumpahan darah, jiwa yang melayang. Jumlah korban dalam tragedi masih simpang siur, menurut hasil investigasi tim pencari fakta, SONTAK (SOlidaritas Nasional untuk peristiwa TAnjung prioK), diperkirakan sekitar 400 orang tewas, belum terhitung yang luka-luka dan cacat (www.ummah.net). Sementara menurut Komnas HAM dalam laporannya yang dimuat di Tempo Interaktif menyatakan korban sebanyak 79 orang yang terdiri dari korban luka sebanyak 55 orang dan meninggal 24 orang. Sementara keterangan resmi pemerintah korban hanya 28 orang.
Tragedi bermula di hari Senin, 10 September 1984. Seorang oknum Anggota Babinsa Koja Selatan menyinggung perasaan ummat Islam. Ia masuk ke dalam masjid tanpa melepas sepatu, menyiram dinding mushala dengan air got. Warga marah dan motor oknum tersebut dibakar. Buntutnya, empat orang pengurus mushala diciduk Kodim. Mereka Achmad Sahi, Syafwan Sulaeman, Syarifuddin Rambe dan M. Nur. Upaya persuasif yang dilakukan ulama tidak mendapat respon dari aparat.
12 September 1984, malam hari di Jalan Sindang, Tanjung Priok, diadakan tabligh. Ribuan orang berkumpul juga meminta agar agar aparat melepas empat orang yang ditahan terdengar semakin keras. Ikut dalam acara itu Amir Biki, Syarifin Maloko, Yayan Hendrayana. Dalam khotbahnya menuntut pada aparat keamanan untuk membebaskan empat orang jemaah Mushola As Sa’adah yang ditahan. Sampai jam sebelas malam tidak ada jawaban dari Kodim, malah tank dan pasukan didatangkan ke kawasan Priok.
Akhirnya, lepas jam sebelas malam, massa mulai bergerak menuju markas Kodim.
Massa yang bergerak ke arah Kodim, di depan Polres Metro Jakarta Utara, dihadang oleh satu regu Arhanud yang dipimpin Sersan Dua Sutrisno Mascung di bawah komando Kapten Sriyanto, Pasi II Ops. Kodim Jakarta Utara. Tanpa peringatan terlebih dahulu, tentara mulai menembaki jamaah dan bergerak maju. Gelegar senapan terdengar bersahut-sahutan memecah kesunyian malam. Aliran listrik yang sudah dipadamkan sebelumnya membuat kilatan api dari moncong-moncong senjata terlihat mengerikan.
Setelah peristiwa, aparat TNI melakukan penggeledahan dan penangkapan terhadap orang-orang yang dicurigai mempunyai hubungan dengan peristiwa Tanjung Priok. Korban diambil di rumah atau ditangkap disekitar lokasi penembakan. Semua korban sekitar 160 orang ditangkap tanpa prosedur dan surat perintah penangkapan dari yang berwenang. Keluarga korban juga tidak diberitahu atau diberi tembusan surat perintah penahanan. Para korban ditahan di Laksusda Jaya Kramat V, Mapomdam Guntur dan RTM Cimanggis. Semua korban yang ditahan di Laksusda Jaya, Kodim, Guntur dan RTM Cimanggis mengalami penyiksaan, intimidasi dan teror dari aparat. Bentuk penyiksaan antara lain dipukul dengan popor senjata, ditendang, dipukul dan lain-lain. Sampai sekarang siapa yang harus bertanggung jawab dalam peristiwa itu tetaplah tanda tanya