Di Indonesia, burung jenis ini tersebar di Sumatera, termasuk pulau-pulau lepas pantainya, Kalimantan, dan Jawa. Persebarannya yang terbatas pada hutan dengan tutupan tajuk rapat di kawasan dengan tingkat deforestasi cukup tinggi membuat populasinya terus menurun. International Union for Conservation of Nature (IUCN) mengelompokkan burung jenis ini dengan status "Mendekati Terancam Punah" (Near Threatened/NT).
Cekakak-hutan melayu berukuran sedang, panjangnya 23 cm, sedangkan bulunya berwarna biru dan merah karat. Cekakak-hutan jantan memiliki sayap menyerupai mantel biru, bagian bawah tubuhnya berwarna merah karat, dan memiliki garis hitam pada matanya. Cekakak-hutan betina memiliki sayap (mantel) berwarna hijau tua berbintik kuning.
Layaknya burung daerah Indonesia bagian barat lainnya, Cekakak-hutan memiliki suara yang unik dan khas. Pada umumnya, mereka bersuara keras. Siulannya meninggi dan berbunyi "kwii-kwii...". Uniknya, setiap siulan tersebut dihasilkan sekitar satu nada per detik.
Burung jenis ini tinggal di dalam hutan dan berburu dari tenggeran rendah. Tidak seperti suaranya yang keras, burung ini ternyata agak pemalu. Mereka hanya mencari mangsa dari atas tanah dengan membalik-balikkan dedaunan.
Dalam proses perkembangbiakannnya, telur dihasilkan pada bulan yang berbeda di Sumatera dan Kalimantan. Di Sumatera, telur dihasilkan pada bulan Maret, sedangkan di Kalimantan, telur dihasilkan pada bulan Desember-Maret. Mereka bersarang di atas tanah dekat aliran sungai, kadang di batang pohon mati, atau di dasar hutan yang miring berjarak 16-17 m dari aliran sungai. Sekali bertelur, cekakak-hutan menghasilkan dua butir telur. Selama proses perkembangbiakan, anaknya akan berada di sarang selama 22 hari.
Mari kita selamatkan cekakak-hutan melayu dari deforestasi hutan yang membuat populasinya terganggu.