Populasi kijang arab (Oryx leucoryx) pernah terancam punah beberapa dekade lalu. Dipercaya, individu kijang arab liar terakhir ditembak pada tahun 1972. Hal ini mendorong International Union for Conservation of Nature (IUCN) memasukkan spesies itu dalam daftar merah.
Namun, berkat upaya penangkaran dan reproduksi yang baik, populasi kijang arab di Semenanjung Arab meningkat menjadi 1.000 individu. IUCN mengubah status spesies tersebut ke tingkat yang lebih "ringan", dari "Endangered" atau Terancam Punah menjadi "Vulnerable" atau Rentan.
"Mengembalikan kembali populasi kijang arab dari ambang kepunahan merupakan prestasi besar dan kisah sukses konservasi. Kami berharap ini bisa diulangi berkali-kali untuk spesies lain," kata Razan Khalifa Al Mubarak, Dirjen Environment Agency-Abu Dhabi.
IUCN dalam website-nya mengatakan bahwa keberhasilan yang dicapai dalam langkah konservasi kijang arab patut diacungi jempol. Namun, pada saat yang sama, perhatian dan keprihatinan juga perlu diberikan pada spesies lain.
Berdasarkan data IUCN, ada 19 tambahan spesies amfibi yang masuk dalam daftar merah organisasi itu. Delapan di antaranya tergolong hampir punah, di antaranya kodok yang hidup di Peru (Atelopus patazensis) dan salamander di Guatemala (Dendrotriton chujorum).
Tarsius yang baru saja ditemukan di Sulawesi Tengah (Tarsius wallacei) dan tarsius Siau (Tarsius tumpara) juga termasuk spesies yang masuk dalam daftar merah IUCN. Keberhasilan yang dicapai dalam upaya konservasi kijang arab mesti memacu Indonesia untuk bertindak.