Libya, negeri sosialis yang dipimpin Muammar Khadafi terkenal sebagai gudang minyak. Kekayaan alam yang melimpah membuat negeri di Afrika Utara ini menjadi eksportir minyak terbesar dunia ke-12.
Penghasil minyak terbesar ketiga di Afrika, setelah Nigeria dan Angola, ini memiliki cekungan Sirte yang merupakan penyokong terbesar produksi minyak Libya. Cekungan ini mengandung 44 miliar barel atau sekitar 80 persen dari cadangan minyak negara itu. Cadangan cekungan ini terbesar di Afrika.
Minyak Libya terkenal dengan jenis Light Sweet dengan kandungan sulfur yang rendah. Minyak mentah ini sangat ideal diolah menjadi bensin dan solar. Meski tak ada data resmi, diperkirakan hampir 95 persen produksi minyak dan gas alam Libya diekspor.
Bank Dunia mencatat, lebih dari separuh Produk Domestik Bruto (PDB) Libya diperoleh dari industri minyak dan gas. Pada 2009, PDB Libya sebesar US$62,36 miliar. Dengar penduduk yang hanya 6,4 juta, pendapatan per kapita negeri itu US$12.020. Sangat tinggi bila dibandingkan dengan Indonesia yang pada 2010 saja, baru US$3.000.
Mengenai kemiskinan, Bank Dunia tak memiliki datanya. Mereka hanya melaporkan penduduk bebas buta huruf di Libya sebesar 88 persen pada 2008.
Sebelum kerusuhan dimulai, perekonomian negara itu sedang booming. Dana Moneter Internasional (IMF) menyatakan perekonomian Libya tahun lalu tumbuh 10,6 persen dan diproyeksikan akan tumbuh 6,2 persen pada tahun ini.
Namun, salah satu alasan terjadinya protes besar warga yang menghendaki Khadafi mundur adalah kekayaan minyak itu tak menetes sampai penduduk umum. Menurut beberapa perkiraan, seperti dikutip dari kantor berita BBC, sekitar sepertiga penduduk Libya hidup dalam kemiskinan.
Penduduk Libya sudah lazim memiliki dua pekerjaan untuk meningkatkan pendapatan mereka. Meski biaya kesehatan dan pelayanan masyarakat di sana gratis, tetap saja belum membantu standar hidup mereka. (hs)� VIVAnews