Malang - Ketika masih berkiprah di kompetisi usia muda, Ahmad Bustomi sempat putus asa. Dorongan serta pengorbanan dari kedua orangtua gelandang timnas Indonesia itu menjadikan Bustomi kembali bangkit.
Bustomi merupakan alumni SMP Islam Singosari ini dibesarkan bukan dari keluarga olahragawan. Orang tua Bustomi, pasangan suami-istri Jumari-Sumiati bekerja membuka bengkel cat mobil.
Kegemaran Bustomi akan sepakbola sudah ditunjukkan sejak kecil. Sejak usia 11 bulan seorang Butsomi sudah senang bermain bola. Tomi, panggilan Bustomi di kalangan keluarga, sejak duduk di bangku kelas I SMP sudah meminta dimasukkan ke sekolah sepakbola.
Karena buta akan dunia sepakbola, Jumari meminta putranya memilih sendiri sekolah sepakbola yang disukai. "Kemudian bersama temannya sekolah sepakbola di Unibraw 82. Tiap minggu saya antar pakai motor untuk latihan," kenang Jumari.
Bustomi sudah menunjukkan bakatnya saat berlatih di Unibraw 82, hingga terpilih menjadi tim inti untuk ikut kejuaran sepakbola usia dini. Sampai pada waktunya terpilih dalam seleksi Persema junior. Sebuah tim paling diimpikan oleh pria yang gemar makan sate tersebut sejak kecil untuk bisa berlaga di dunia sepakbola tanah air.
Keputus asaan pernah mendatangi diri Bustomi yakni saat dirinya gagal meraih gelar pemain terbaik pada laga piala Jawa Pos saat masih bergabung di Sekolah Sepakbola Unibraw. Akibat diganjal keras pemain lawan, Bustomi tak mampu melanjutkan pertandingan karena cedera. Melihat putranya putus asa, Jumari tak tinggal diam. Dirinya langsung meminta Bustomi untuk giat membangun stamina dengan berolahraga.
"Saya tahu dia jadi malas-malasan setelah itu. Saya akui saya memang bukan pesepakbola. Tapi kemudian saya tanamkan kepada dia untuk selalu lari tiap hari. Agar staminanya kuat. Bustomi langsung menjalankan dengan tiap hari berlari sejauh 11 kilo," ungkap Jumari.
Karir Bustomi perlahan semakin meningkat. Selepas dari Persema junior, dia langsung direkrut bergabung dalam tim Persatuan Sepakbola Kota Batu. Saat itu usia Bustomi masih 16 tahun atau duduk di bangku MA atau SMU.
Jual Perhiasan Untuk Membeli Sepatu
Masih duduk di bangku sekolah, bakat Bustomi terus terlihat di lapangan hijau. Hingga menarik perhatian para pelatih. Dianataranya pelatih seleksi Persema. Ketika bergabung dengan Persatuan Sepakbola Kota Batu, Bustomi mendapatkan kesempatan untuk ikut seleksi. Kesempatan itu benar-benar dimanfaatkan oleh sulung dua bersaudara ini.
Tapi kondisi ekonomi keluarga yang pas-pasan menjadi ganjalan bagi Bustomi. Satu kenangan yang tak pernah dilupakan bagi Jumari dan Sumiati adalah saat menjual perhiasan untuk bisa membelikan sepatu baru bagi sang anak ketika akan masuk dalam seleksi Persema.
"Pada saat itu sepatu bolanya sobek dan tidak bisa dipakai. Mau beli tak punya uang. Terpaksa saya jual anting-anting seberat 1 gram dan laku 100 ribu. Uang itu untuk membeli sepatu bola," aku Sumiati.
Rasa syukur terucap pada bibir mereka setelah mengetahui putranya lolos seleksi dan bergabung dalam tim Persema Malang. Meskipun kegelisahan sempat terjadi. Karena nama Bustomi diumumkan paling belakang. "Yang dengar adiknya, kemudian bilang ke saya. Rasa syukur kami saat itu tak terhingga," beber Jumari.