Menteri Keuangan Mesir, Morsi El Sayed Hegazy, baru-baru ini mengusulkan sebuah rencana untuk menyewakan beberapa monumen bersejarah, termasuk piramida Giza, kepada perusahaan wisata internasional.
Stasiun televisi Al Arabiya melaporkan, Jumat (1/3), langkah ini dilakukan Hegazy untuk mengurai krisis keuangan melanda Mesir. Namun, usulan itu langsung menyulut kemarahan dari para pegiat kebudayaan, ahli ilmu kepurbakalaan, dan dari Kementerian urusan Kepurbakalaan.
Sekretaris Jenderal Dewan Tertinggi untuk masalah Kepurbakalaan, Adel Abdel Sattar, kemarin mengatakan dirinya sering menerima proposal untuk menghadiri pameran di luar negeri, di mana beberapa artefak tertentu telah dibawa berdasarkan prosedur khusus.
"Ada kemungkinan bahwa Mesir juga akan menyewakan beberapa monumen. Ini merupakan pusaka kita, akar budaya kita," kata Sattar, saat diwawancarai televisi ONTV, kemarin.
Kementerian Keuangan awal Februari lalu meminta Sattar untuk mengkaji kemungkinan untuk menyewakan beberapa monumen, seperti Piramida Giza, Sphinx, Kuil Abu Simbel, dan Kuil Luxor, kepada perusahaan wisata internasional. Batas waktu penyewaan antara tiga sampai lima tahun.
Menurut pernyataan kontrak yang telah diusulkan, perjanjian itu menyebut, nantinya Mesir bisa menerima pendapatan sekitar Rp 1.934 triliun dari hasi penyewaan.
Surat kabar Al-masry Al-youm baru-baru ini memperoleh salinan dokumen usulan yang telah dikonfirmasi, bahwa seorang sarjana agama, Abdallah Mahfouz, telah mengirim surat elektronik kepada Menteri Keuangan yang isinya inisiatif penyewaan monumen. "Ini solusi cepat buat menyelesaikan krisis keuangan yang terjadi di negara tercinta kita Mesir," kata Abdallah.
Namun, sampai saat ini belum ada penjelasan detail perusahaan dari negara mana yang berinisiatif untuk menyewa, serta keterangan lebih lanjut terkait persyaratan dalam perjanjian yang telah ditandatangani.
[sumber]