|
Headlines News :
Home » » Kisah Soeharto yang dituding korupsi memerangi korupsi

Kisah Soeharto yang dituding korupsi memerangi korupsi

Written By. Admin on 01 Maret 2013 | 20.12



Tidak hanya Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang dibuat pusing dengan korupsi. Presiden kedua RI Soeharto ternyata juga pernah mengalami hal yang sama di era tahun 1970-an.

Soeharto yang turun karena isu korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) ternyata mengaku pernah berjuang memberantas korupsi yang sudah ada ketika zaman Orde Lama berkuasa. Hal ini dia sampaikan dalam buku otobiografi 'Soeharto, Pikiran, Ucapan dan Tindakan Saya' yang ditulis oleh Ramadhan KH dan G Dwipayana.

Pada tahun 1970 para mahasiswa pernah mengadakan demonstrasi dan menempel-nempelkan poster di jalan-jalan Ibu Kota, di mobil dan bus-bus soal pemberantasan korupsi. Saat itu surat kabar juga ramai memberitakan soal korupsi.

Para mahasiswa lalu membentuk Komite Anti Korupsi (KAK). "Saya mengadakan dialog langsung dengan mahasiswa-mahasiswa itu baik di Jalan Cendana maupun di Istana negara," ujar Soeharto dalam buku otobiografinya halaman 250.

Menurut Soeharto saat itu pemerintah telah memiliki Badan Pengawas Keuangan (BPK), aparat yang ditugasi untuk menyelidiki kesalahan-kesalahan dalam pemakaian uang negara.

"Lalu saya bentuk Pengatur Keuangan Negara (Pekuneg) yang fungsinya mengumpulkan bahan-bahan tentang kesalahan yang dituduhkan atas anggota-anggota pemerintah lama. Kita berhasil mendapatkan kembali dana-dana tidak tetap yang disimpan oleh orang-orang yang bersalah baik disimpan di Indonesia maupun di luar negeri," ujar Soeharto.

Ada beberapa pegawai tinggi dan jenderal yang diajukan ke pengadilan waktu itu dan dijatuhi hukuman. 

"Saya juga pernah mengangkat Tim Pemberantasan Korupsi di bulan April 1967 di bawah pimpinan Jaksa Agung Sugiharto dan beranggotakan beberapa wartawan dan dari wakil-wakil kesatuan aksi," terangnya.

Di tahun 1970, mahasiswa kembali melakukan aksi demonstrasi besar-besaran. Soeharto pun langsung menanggapi tuntutan mahasiswa itu. Soeharto lalu membentuk 'Komisi empat' yang diisi oleh tokoh politik PNI, Wilopo dan beranggotakan pemimpin Partai Katolik IJ Kasimo, mantan rektor Universitas Gadjah Mada Prof Johanes dan tokoh-tokoh lain.

Tim ini lalu mengeluarkan rekomendasi antara lain mengenai Pertamina, Bulog dan penanaman modal asing dalam bidang kehutanan dan administrasi pada umumnya. "Terhadap rekomendasi ini, Saya mengeluarkan keputusan untuk meminta agar pejabat menyerahkan daftar harta kekayaan mereka kepada saya," ujar Soeharto.

Pada bulan Juli di tahun yang sama, ada pejabat tinggi yang yang diadili. Soeharto mengaku meneliti langsung data-data tersebut. Jaksa Agung saat itu juga dinilai suami Ibu Tien ini sudah bekerja keras.

Menurut Soeharto, di dunia ini tidak ada yang membenarkan korupsi. Tidak ada dalam pengertian yang sebenarnya, tidak ada yang membenarkan korupsi yang merugikan negara.

"Korupsi sebagai isu politik memang paling ampuh mudah sekali diterima rakyat. Selama ada pertentangan politik menuju perebutan kekuasaan, isu korupsi selalu akan muncul di permukaan. Kita harus waspada menghadapinya, tanpa mengurangi usaha untuk mencegah dan memberantas korupsi itu sendiri," pungkas Soeharto mengakhiri bab 34.

Benarkah Soeharto juga ingin memberantas korupsi?

Setelah lengser di tahun 1998, berbagai elemen masyarakat mulai menuntut agar digelar pengusutan dan pengadilan atas mantan presiden yang berkuasa paling lama di Indonesia itu. Pada 1 September 1998, tim Kejaksaan Agung mengumumkan adanya indikasi penggunaan uang yayasan di bawah pemerintahan mantan Presiden Soeharto. Melalui Televisi Pendidikan Indonesia (TPI) pada 6 September 1998, Soeharto muncul dan menyatakan bahwa dia tidak mempunyai kekayaan di luar negeri.

Jaksa Agung AM Ghalib dan Menko Wasbang/PAN Hartarto menemuinya di Jalan Cendana (Jakarta) untuk mengklarifikasi penyataan tersebut (21 September 1998). Pada 21 November 1998, Fraksi Karya Pembangunan (FKP) mengusulkan kepada pemerintah agar menetapkan mantan Presiden Soeharto sebagai tahanan kota. Ini merupakan tindak awal pengusutan harta dan kekayaan Soeharto yang diduga berasal dari Kolusi, Korupsi, dan Nepotisme (KKN).

Pada 12 Mei 2006, bertepatan dengan peringatan sewindu Tragedi Trisakti, Jaksa Agung Abdul Rahman Saleh mengeluarkan pernyataan bahwa pihaknya telah mengeluarkan Surat Keputusan Penghentian Penuntutan (SKPP) perkara mantan Presiden Soeharto, yang isinya menghentikan penuntutan dugaan korupsi mantan Presiden Soeharto pada tujuh yayasan yang dipimpinnya dengan alasan kondisi fisik dan mental terdakwa yang tidak layak diajukan ke persidangan. SKPP itu dikeluarkan Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan pada 11 Mei 2006, namun SKPP ini lalu dinyatakan tidak sah oleh Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada 12 Juni 2006.

{[['']]}

Artikel Terkait...

Comments
0 Comments

0 komentar:

Translate

Pages on Facebook & Twitter

   
 
Template Design by Creating Website Published by Mas Template
Modify by Yunieka - All Rights Reserved